loading


Lihat Inovasi Lain

PEMANTAUAN KUALITAS PANGAN DENGAN MELIBATKAN WARGA (MATA DEWA)

DINAS KETAHANAN PANGAN

Dasar Hukum

 

PP No. 17 Thn 2015 Tentang Ketahanan Pangan dan Gizi

Peraturan Walikota Semarang Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penjaminan Mutu dan Keamanan Pangan di Kota Semarang

Peraturan Daerah Tentang Keamanan Pangan Nomor 2 Tahun 2022

PerWali Semarang No. 102 Thn 2021 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Sistem Kerja Dinas Ketahanan Pangan Kota Semarang

 

Permasalahan

Di Indonesia, makanan merupakan penyebab tertinggi insiden keracunan nasional pada tahun 2016, yaitu sebanyak 135 jumlah insiden dan sebanyak 22,95% sumber keracunan berasal dari pangan jajanan (BPOM, 2020). Minuman berwarna dan sirup menempati urutan pertama pangan jajanan yang tidak memenuhi syarat mikrobiologis disusul oleh produk minuman es lainnya, kemudian jelly atau agar-agar, dan terakhir bakso (BPOM, 2021). Pengolahan dan penyiapan pangan jajanan seharusnya mengikuti cara produksi pangan yang baik (CPPB) yang diperuntukkan bagi industri rumah tangga dan persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan sesuai Kepmenkes RI No 942/Menkes/Sk/VII/2003. Cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga diatur dalam Peraturan Kepala BPOM RI No 03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012. Sekitar 71,96% pedagang pangan jajanan siap saji diketahui belum memiliki pengetahuan keamanan pangan yang baik dan hanya 28,04% saja yang memiliki pengetahuan keamanan pangan yang baik (Anjani, 2019)

Laporan Tahunan BPOM Tahun 2021 menjelaskan bahwa Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan yang telah melakukan Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) pada 2020 menemukan fakta bahwa ada sekitar 200 laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan terjadi di Indonesia tiap tahunnya. Menurut data World Health Organization (WHO) ada dua juta orang meninggal setiap tahun akibat keracunan makanan dan minuman. Di Indonesia sekitar 200 kasus keracunan makanan terjadi setiap tahunnya.

Keracunan makanan terjadi di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu Industrilisasi, urbanisasi, perubahan gaya hidup, populasi yang padat, perdagangan bebas di tingkat Regional maupun International, Hygiene lingkungan yang buruk, kemiskinan, dan belum adanya fasilitas menyiapkan makanan yang sesuai dengan keamanan pangan.  (Arisman, 2020).

 

Isu Strategis

Mata Dewa mendukung pencapaian SDGs  tanpa kemiskian dan tujuan 2 SDGs tanpa kelaparan serta isu yang berkembang saat ini yaitu inflasi dan ketahanan pangan.

 

Metode Pembaharuan

Sebelum adanya Mata Dewa Pemerintah Kota Semarang belum dapat melaksanakan pengawasan keamanan pangan dengan melibatkan masyarakat

Setelah adanya Mata Dewa Kolabarasi bersama stakeholder, Dermawan (Kader Keamanan Waspada Pangan)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keunggulan Pembaharuan

Keunggulan dan Pembaharuan Pak Rahman mengusung semangat kolaborasi heksahelix yang melibatkan pemerintah, swasta, akademisi,media dan masyarakat sehingga terbentuk komunitas Mata Dewa dengan adanya komunitas tersebut kegiatan Mata Dewa bisa mobile sesuai dengan kebutuhan/permintaan masyarakat. Tahapan Inovasi/Penggunaan Produk Kegiatan Mata Dewa pada awalnya dijadwalkan sebanyak 2x/bulan di Pasar Rakyat , Pasar Modern, Kantin Sekolah, Pedagang Keliling, Pedagang Kaki Lima, Pusat Oleh-oleh dalam perkembangannya Mata Dewa hadir sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan agendaPemerintah Kota Semarang sehingga saat ini pelaksanaan Pak Rahman 1 minggu bisa lebih dari 2 hingga 4x

Menjaga pangan tetap aman, higienis, bermutu, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat

1. Melindungi Kesehatan Masyarakat

2. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen

3. Mengurangi Sampah Makanan

4. Mematuhi Persyaratan Hukum

5. Mencegah Kerugian Ekonomi

Tingkat Keamanan Pangan di Kota Semarang 84,61%